Kamis, 25 Oktober 2012

KONVERENSI PERS MAHASISWA DI KOMNAS HAM, POLISI REPRESIF & AROGAN (sikap kritis, kritik atau sentimen ?)

DMG-Jakarta. Siang tadi, Kantor Komnas Ham di bilangan Jl. Latuharhari Jakarta Pusat, kedatangan puluhan mahasiswa, yang hendak mengadu dan dilanjutkan dengan konverensi pers terkait buntut kasus bentrok antara polisi dan pengunjuk rasa di Universitas Pamulang (UNPAM) beberapa waktu lalu. Mahasiswa yang menamakan diri Keluarga Besar Mahasiswa UNPAM Konsolidasi Mahasiswa Nasional Indonesia (KBM UNPAM-KOMANDO), pimpinan Sdr. Nando (alumni UNPAM dan Aktivis 98), koordinator Sdr. Deddy (UMJ) dan Fahmi (UNPAM), diterima oleh Bapak Ridha Saleh.

Setelah mengadukan kejadian kasus bentrok di UNPAM yang terjadi antara polisi dengan pengunjuk rasa yang menolak kedatangan Wakapolri, selanjutnya mahasiswa menggelar konperensi pers.

"Penangkapan yang telah dilakukan Poliri terhadap 11 mahasiswa UNPAM pada malam di hari Kamis 18 Oktober 2012 semakin menunjukan jelas betapa arogansinya Polri atas nama kekuatan hukum di benarkan tindakan penangkapan dengan segala macam tuduhan yang berujung kepada kriminalisasi gerakan mahasiswa mulai dari tuduhan penghasutan, pengerusakan, pengeroyokan yang tertuang dalam pasal-pasal yang dituduhkan dan harus diakui secara tindakan pemaksaan dalam proses BAP yang tanpa didampingi kuasa hukum.
Penangkapan yang terjadi terhadap 11 mahasiswa UNPAM adalah bukan dalam kasus kriminalitas melainkan penagkapan dilakukan pada saat terjadi bentrokan antara mahasiswa UNPAM dan Polisi pada saat Mahasiswa melakukan penolakan kedatangan Wakapolri di kampus UNPAM, dimana penolakan ini sangat didasari dari kinerja Polri yang belakang ini lebih cenderung arogan dan represif dalam menangani segala macam bentuk gerakan yang mengkritisi kebijakan-kebijakan yang sangat tidak berpihak kepada masyarakat mulai dari kasis Masuji, Bima, Ogan Ilir dan reparesifitas terhadap gerakan aksi mahasiswa dan rakyat.
Arogan dan represif sangat terbukti dalam melakukan penanganan terhadap sikap demokrasi di UNPAM dikarenakan mereka dalam menghadapi demokrasi mahasiswa tidak melakukan prosedural yang ditentukan dimana watercanon
harus dilakukan untuk pembubaran tetapi yang terjadi di UNPAM tembakan gas air mata, peluru karet dan peluru tajam yang diutamakan dalam menghalau gerakan mahasiswa di UNPAM."
demikian disampaikan.
Selanjutnya, mahasiswa juga menyampaikan 5 (lima) pernyataan sikap, yaitu :
1. Bebaskan 11 Laskar Pejuang UNPAM mereka bukan kriminal mereka mahasiswa yang menyampaikan pesan terhadap arogansi dan represif Polri yang lebih banyak dikedepankan dalam menangani gerakan mahasiswa dan rakyat.
2. Meminta kepada Komnas Ham bersama-sama Kuasa Hukum 11 Laskar Pejuang UNPAM (PBHI, LBH, Kontras) untuk melakukan pengawalan proses pembebasan terhadap 11 Laskar Pejuang UNPAM.
3. Mengencam segala macam bentuk arogansi dan represif Polri dan tangkap serta proses hukum harus juga berjalan kepada pelaku-pelaku Polisi yang telah melakukan penembakan dan tindakan kekerasan penghilangan bukti hasil oprasi Feri korban penembakan yang dinyatakan hanya terkena tusukan benda tumpul, serta Jundi Fajrin yang menjadi korban kekerasan.
4. Menolak kekebalan hukum Polisi.
5. Menyerukan untuk melakukan gerakan serempak diseluruh kota/kab dan provinsi dalam melakukan gerakan solidaritas bila dalam waktu dekat 11 laskar pejuang UNPAM tidak segera dibebaskan sebagai wujud kesepakatan seruan terhadap kejaman Polri dalam arogansi dan selalu mengkriminalisasi gerakan mahasiswa dan rakyat dalam kesepakatan KOMANDO.


Apakah yang sesungguhnya terjadi ? 

Kasus bentrokan tersebut harus dilihat lebih mendalam, sehingga menjawab pertanyaan-pertanyaan kritik dan auto kritik ... dari sisi sikap serta tindakan mahasiswa, termasuk motif mereka ... murnikah ? bertendensikah ? Itukah sikap kolektif mahasiswa UNPAM, karena konon hasil investigasi beberapa rekan yang didukung pengakuan masyarakat sekitar ... yang unjuk rasa bukan lagi murni mahasiswa, namun ... ada beberapa yang orang yang dibayar untuk melakukan unjuk rasa (?).
Dari sisi aparat Polri ... kritik dan pil pahit harus kembali ditelan, itu pertanda polisi belum bisa menjadikan dirinya sebagai sosok yang mengedepankan dialog, negosiasi dan masih mudah terpancing ... sehingga terjadi bentrok dan menimbulkan korban. Semoga masing-masing bisa merenung dan saling merefleksikan diri ... daripada mencari pembenaran.
Sepertinya babak ini masih agak panjang ujungnya ... kita tunggu, rupanya pendewasaan dan penemuan kesejatian masih perlu pergesekan, benturan dan korban. Namun, sampai kapan ? (Eko2012)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar