DMG-Jakarta.
Akhir-akhir ini … pertentangan agama dan kepercayaan kembali hangat dibicarakan
orang dan media. Ya, pasalnya terdengar kabar bahwa Presiden SBY akan mendapat
pengahargaan internasional “The World Statements on Religious Freedom” … yang
ramai membicarakannya tentu kelompok yang tidak menyetujui pemberian
penghargaan tersebut, banyakkah ? Mungkin tidak banyak, namun cukup ramai dan
jadi perbincangan.
Hari
Minggu 27/05/2013 di Bundaran HI dan Istana telah berlangsung unjuk rasa
gabungan dari elemen yang menentang pemberian penghargaan tersebut, yaitu
Solidaritas Perempuan, Kontras, SKKB, HRWG, Ardanary Institute dan Jaringan
Masyarakat Sipil … juga bergabung jemaat Gereja Philadelfia dan Jemaat GKI
Yasmin Bogor. Mereka rutin dating tiap minggu untuk melakukan kebaktian di
depan istana, karena tempat ibadah mereka disegel dan ditutup, karena ditolak
warga.
Dapat
dimaklumi, jika para jemaat tersebut protes … karena sesuai pasal 29 UUD 1945,
menganut kepercayaan dan beribadah adalah hak azasi manusia yang harus
dilindungi Negara, apalagi di Negara Bumi Bhinneka Tunggal Ika, seharusnya
memang tidak terjadi pelarangan-pelarangan tersebut. Konsep bahwa kebebasan
beribadah dan memeluk agama menurut agama dan kepercayaan masing-masing sangat
jelas … harus dijamin oleh Negara, namun nyatanya … Negara belum bisa
sepenuhnya menjamin hal tersebut, bukan tidak bisa menjamin.
Saya
bisa mengatakan “belum bisa sepenuhnya menjamin”, karena kalau dihitung
persentase dan kuantitasnya tentu sangat jauh … pasti di bawah 1% (atau mungkin
0,1%), empirisnya … banyak sekali tempat dan lokasi peribadatan yang baik-baik
saja … hidup berdampingan rukun, aman dan damai.
Apakah
pencapaian ini bisa dianggap keberhasilan ?
Sangat
relatif, disamping no bodies perfect …
juga tergantung cara pandangnya. Ketika seseorang dan kelompok yang pada
dasarnya memang ingin mengkritisi dan berpersepsi (lebih) negatif, tentu menganggap
itu noda dan cela, yang menjadi penghalang bagi pemerintah mendapatkan
pengharagaan itu. Berbeda pendapat memang sangat boleh di negeri ini, termasuk
mengkritisi … namun, kritikan memang seharusnya keluar dari sikap positif untuk
membangun, bukan karena format kebencian, tentu sangat berbeda akan menjadi
berbeda dan cara memahami serta menerimanya.
Tanpa
harus membela siapa-siapa, mari berpikir jernih …
Semoga
penghargaan ini (apa pun penilaian kepantasan atau kebanggaan), dapat menjadi
pendorong semangat dan pertanggungjawaban, bukan hanya untuk Presiden SBY,
namun juga seluruh pengemban fungsi yang berkaitan dengan kerukunan antar umat
beragama untuk lebih bertanggung jawab dan menjalankan fungsinya. Indonesia
yang sangat luas, bangsa Indonesia yang multi ras dan budaya … memang sangat
rentan konflik bila tidak dijaga. Bagaimana peran 3 Kementerian setelah dibuat
SKB, juga FKUB termasuk masing-masing tokoh 6 agama … menjalankan fungsi dan
tugasnya. Seharusnya menjadi terpacu untuk melihat kembali
permasalahan-permasalahan kerukunan umat beragama (termasuk konflik rumah
ibadah), untuk mengambil langkah-langkah penyelesaian.
Seharusnya,
dengan semangat ber-Bhinneka Tunggal Ika … yang (seharusnya) terpatri dalam
seluruh benak rakyat Indonesia, pertentangan dan konflik tidak perlu terjadi.
Seharusnya mimpi utopis Ideologi Pancasila … Bhinneka Tunggal Ika, jadi obat
manjur untuk berbagai konflik yang terjadi …
Tinggal
kemudian, bagaimana para pengemban fungsi mau melaksanakan tugasnya … bagaimana
stake holder dan tokoh 6 agama, mau dan mampu menjalankan fungsi untuk
kerukunan umat beragama … dan selanjutnya, seluruh umat beragama menyadari dan
mampu mengendapkan seluruh ajaran agama masing-masing secara mendalam dan
paripurna, sehingga bisa bertoleransi serta menyimpan fanatisme dalam benak saja sebagai rahasia
hubungan hakiki Sang Khalik dengan umatnya, bukan untuk menyemangati diri
secara negatif, sehingga merasa benar sendiri dan bahkan menyerang umat agama
yang lain … (Eko2013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar